Di beberapa daerah, upacara dan perayaan hari kemerdekaan Indonesia ke-70 dilakukan dengan cara unik dan tidak biasa. Bukan sekadar memperingati detik-detik proklamasi dan menggelar upacara di lapangan terbuka saja.
Ada upacara pengibaran bendera merah putih di bekas markas kelompok separatis, ada yang di tengah sungai hingga di tengah-tengah hantaman tsunami buatan.
Meski lokasi dan cara perayaan yang tidak biasa, malah banyak mengundang antusias warga.
Berikut upacara serta perayaan HUT RI ke-70 yang tidak biasa:
Ada upacara pengibaran bendera merah putih di bekas markas kelompok separatis, ada yang di tengah sungai hingga di tengah-tengah hantaman tsunami buatan.
Meski lokasi dan cara perayaan yang tidak biasa, malah banyak mengundang antusias warga.
Berikut upacara serta perayaan HUT RI ke-70 yang tidak biasa:
1.Pengibaran bendera merah putih di eks lokasi deklarasi HAM
Personel TNI mengibarkan bendera merah putih raksasa di Gunung Khan Halimun, Kecamatan Tiro, Kabupaten Pidie pada peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), Senin (17/8). Gunung ini merupakan pusat deklarasi Gerakan Aceh Merdeka (GAM) tahun 1976.
Bendera raksasa berukuran 20 x 25 meter ini sudah dipersiapkan sejak dua minggu lalu. Untuk mencapai ke lokasi pengibaran bendera raksasa ini harus menempuh perjalanan kaki dari perkampungan Tiro selama 3 jam.
Informasi yang berhasil merdeka.com himpun, bendera merah putih raksasa itu menghabiskan anggaran sebesar Rp 25 juta. Baik itu untuk material kain maupun ongkos menjahitnya.
Sejak sepekan lalu personel TNI Korem Lilawangsa sudah mulai membersihkan lokasi pengibaran bendera raksasa. Termasuk membawa tiang bendera yang terbuat dari pohon pinang ke lokasi upacara pengibaran bendera raksasa.
Kepala Penerangan Kodam Iskandar Muda Kolonel Inf Machfud mengatakan, penaikan bendera raksasa ini atas permintaan masyarakat di gunung Khan Halimun yang difasilitasi oleh Korem Lilawangsa, Pidie.
"Itu dari masyarakat semua, hanya serimonial saja, ini juga aspirasi masyarakat setempat dan ide pertama dari masyarakat," kata Kolonel Inf Machfud usai upacara bendera peringatan HUT RI ke 70 di Blang Padang, Banda Aceh, Senin (17/8).
Gunung Khas Halimun merupakan pusat atau titik pertama deklarasi pemberontakan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) pada tahun 1976 oleh Tgk Hasan Muhammad Ditiro. Tempat ini juga menjadi tempat pertama rapat kabinet pada masa itu.
Gunung ini terletak di Kecamatan Tiro, Kabupaten Pidie dan bersebelahan dengan Kecamatan Tangse. Gunung ini juga bersebelahan dengan Desa Beungga, Kecamatan Tangse yang merupakan basis GAM pada masa Aceh masih konflik.
Bendera raksasa berukuran 20 x 25 meter ini sudah dipersiapkan sejak dua minggu lalu. Untuk mencapai ke lokasi pengibaran bendera raksasa ini harus menempuh perjalanan kaki dari perkampungan Tiro selama 3 jam.
Informasi yang berhasil merdeka.com himpun, bendera merah putih raksasa itu menghabiskan anggaran sebesar Rp 25 juta. Baik itu untuk material kain maupun ongkos menjahitnya.
Sejak sepekan lalu personel TNI Korem Lilawangsa sudah mulai membersihkan lokasi pengibaran bendera raksasa. Termasuk membawa tiang bendera yang terbuat dari pohon pinang ke lokasi upacara pengibaran bendera raksasa.
Kepala Penerangan Kodam Iskandar Muda Kolonel Inf Machfud mengatakan, penaikan bendera raksasa ini atas permintaan masyarakat di gunung Khan Halimun yang difasilitasi oleh Korem Lilawangsa, Pidie.
"Itu dari masyarakat semua, hanya serimonial saja, ini juga aspirasi masyarakat setempat dan ide pertama dari masyarakat," kata Kolonel Inf Machfud usai upacara bendera peringatan HUT RI ke 70 di Blang Padang, Banda Aceh, Senin (17/8).
Gunung Khas Halimun merupakan pusat atau titik pertama deklarasi pemberontakan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) pada tahun 1976 oleh Tgk Hasan Muhammad Ditiro. Tempat ini juga menjadi tempat pertama rapat kabinet pada masa itu.
Gunung ini terletak di Kecamatan Tiro, Kabupaten Pidie dan bersebelahan dengan Kecamatan Tangse. Gunung ini juga bersebelahan dengan Desa Beungga, Kecamatan Tangse yang merupakan basis GAM pada masa Aceh masih konflik.
2.Upacara di tengah hantaman tsunami buatan
Sekelompok warga di Malang menggelar upacara Hari Kemerdekaan ke-70 di kolam renang yang penuh sensasi.
Para peserta upacara harus siap-siap menerima hempasan tsunami buatan yang akan datang secara tiba-tiba setelah upacara selesai digelar. Ratusan peserta upacara, yang terdiri dari para pengunjung Hawai Waterpark Malang berbaris di bagian pinggir kolam renang.
Mereka diharuskan mengenakan pakaian renang dan siap terhempas derasnya air. Bagi mereka yang tidak bisa berenang, sudah disiapkan baju pelampung serta safety guard.
Komandan upacara bersama pasukan pengibar bendera berada di tengah-tengah kolam renang. Sementara pembina upacara, pembawa naskah proklamasi, dan tamu undangan lain berada di atas tribun.
Seperti upacara 17 Agustus pada umumnya, proses dilengkapi dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya, pembacaan naskah proklamasi dan sirine detik-detik kemerdekaan. Namun begitu pasukan dibubarkan, dengan hitungan mundur dari petugas, air gelombang tsunami setinggi 4 Meter datang menerjang.
Para peserta upacara dibuat kocar-kacir mengikuti arah arus air, dan beberapa tertarik arus ke tengah-tengah kolam. Sementara puluhan orang dengan pakaian safety guard siaga memberikan pertolongan.
"Seru banget, sebelumnya tidak pernah ikut upacara semacam ini. Seru merasakan terhempas gelombang tsunami terus kembali tertarik ke tengah arus," kata Yeni Megawati salah satu peserta upacara di Hawai Waterpark Malang, Senin (17/8).
Setelah gelombang tsunami pertama datang, para peserta kembali siap untuk menghadapi tsunami susulan. Setelah air di penampungan yang digunakan untuk tsunami penuh, gelombang 4 meter kembali datang.
Iwan Kurniawan, selaku pihak Hawai Waterpark Malang mengaku sengaja menyambut 17 Agustus dengan upacara di kolam renang, sekaligus mengenalkan wahana wisata baru. Selain itu juga digelar aneka lomba yang populer di masyarakat diikuti oleh para pengunjung.
Prosesi upacara juga diikuti oleh para anggota Legium Veteran Republik Indonesia (LVRI). Puluhan anggota veteran mendapatkan santunan dari manajemen Hawai Waterpark Malang.
Para peserta upacara harus siap-siap menerima hempasan tsunami buatan yang akan datang secara tiba-tiba setelah upacara selesai digelar. Ratusan peserta upacara, yang terdiri dari para pengunjung Hawai Waterpark Malang berbaris di bagian pinggir kolam renang.
Mereka diharuskan mengenakan pakaian renang dan siap terhempas derasnya air. Bagi mereka yang tidak bisa berenang, sudah disiapkan baju pelampung serta safety guard.
Komandan upacara bersama pasukan pengibar bendera berada di tengah-tengah kolam renang. Sementara pembina upacara, pembawa naskah proklamasi, dan tamu undangan lain berada di atas tribun.
Seperti upacara 17 Agustus pada umumnya, proses dilengkapi dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya, pembacaan naskah proklamasi dan sirine detik-detik kemerdekaan. Namun begitu pasukan dibubarkan, dengan hitungan mundur dari petugas, air gelombang tsunami setinggi 4 Meter datang menerjang.
Para peserta upacara dibuat kocar-kacir mengikuti arah arus air, dan beberapa tertarik arus ke tengah-tengah kolam. Sementara puluhan orang dengan pakaian safety guard siaga memberikan pertolongan.
"Seru banget, sebelumnya tidak pernah ikut upacara semacam ini. Seru merasakan terhempas gelombang tsunami terus kembali tertarik ke tengah arus," kata Yeni Megawati salah satu peserta upacara di Hawai Waterpark Malang, Senin (17/8).
Setelah gelombang tsunami pertama datang, para peserta kembali siap untuk menghadapi tsunami susulan. Setelah air di penampungan yang digunakan untuk tsunami penuh, gelombang 4 meter kembali datang.
Iwan Kurniawan, selaku pihak Hawai Waterpark Malang mengaku sengaja menyambut 17 Agustus dengan upacara di kolam renang, sekaligus mengenalkan wahana wisata baru. Selain itu juga digelar aneka lomba yang populer di masyarakat diikuti oleh para pengunjung.
Prosesi upacara juga diikuti oleh para anggota Legium Veteran Republik Indonesia (LVRI). Puluhan anggota veteran mendapatkan santunan dari manajemen Hawai Waterpark Malang.
3.Upacara dan lomba 17-an digelar Sungai Deli Medan
Ketiadaan lahan dan fasilitas tidak menghalangi warga yang tinggal di pinggiran Sungai Deli untuk merayakan kemerdekaan Republik Indonesia. Mereka memanfaatkan sungai untuk menggelar upacara bendera dan berbagai perlombaan, Senin (17/8).
"Kami menggelar kegiatan di sungai karena kami tidak punya fasilitas yang cukup. Kami cuma punya Sungai Deli," kata Budi Baham Ketua Laskar Bocah Sungai Deli (Labusude) yang menggagas acara.
Puluhan warga yang terdiri dari ibu-ibu, bapak-bapak, pemuda, dan anak-anak, rela merendam badannya di air sungai yang membelah Kota Medan itu. Mereka berbaris mengikuti rangkaian upacara bendera hingga selesai.
Begitu upacara selesai, para peserta bersuka cita dan bermain air. Mereka kemudian beramai-ramai berenang ke lokasi permukiman yang ada di seberang. Sementara perahu motor disiagakan untuk menjaga hal-hal yang tidak diinginkan.
Usai upacara, sejumlah perlombaan pun diadakan. Panjat pinang dan adu pukul dengan bantal digelar di tengah sungai. "Kita ingin menunjukkan kepada orang lain, bahwa kita warga yang berkekurangan dan tinggal di pinggiran sungai, juga warga negara. Meskipun kami masyarakat kecil, kami juga mencintai Indonesia," sambung Budi.
Sementara anak-anak mengikuti berbagai lomba, seperti lomba lari, lari goni, dan membawa guli (gundu) di jalan raya. Mereka menutup separuh Jalan R Suprapto. Semua ceria di Hari Kemerdekaan.
"Kami menggelar kegiatan di sungai karena kami tidak punya fasilitas yang cukup. Kami cuma punya Sungai Deli," kata Budi Baham Ketua Laskar Bocah Sungai Deli (Labusude) yang menggagas acara.
Puluhan warga yang terdiri dari ibu-ibu, bapak-bapak, pemuda, dan anak-anak, rela merendam badannya di air sungai yang membelah Kota Medan itu. Mereka berbaris mengikuti rangkaian upacara bendera hingga selesai.
Begitu upacara selesai, para peserta bersuka cita dan bermain air. Mereka kemudian beramai-ramai berenang ke lokasi permukiman yang ada di seberang. Sementara perahu motor disiagakan untuk menjaga hal-hal yang tidak diinginkan.
Usai upacara, sejumlah perlombaan pun diadakan. Panjat pinang dan adu pukul dengan bantal digelar di tengah sungai. "Kita ingin menunjukkan kepada orang lain, bahwa kita warga yang berkekurangan dan tinggal di pinggiran sungai, juga warga negara. Meskipun kami masyarakat kecil, kami juga mencintai Indonesia," sambung Budi.
Sementara anak-anak mengikuti berbagai lomba, seperti lomba lari, lari goni, dan membawa guli (gundu) di jalan raya. Mereka menutup separuh Jalan R Suprapto. Semua ceria di Hari Kemerdekaan.
4.Upacara memakai sarung
Sedikitnya 6.000 santri Pondok Pesantren Al-Falah Ploso Mojo Kabupaten Kediri, pagi ini (17/8) melaksanakan upacara bendera memperingati HUT kemerdekaan RI ke-70. Menariknya dalam upacara ini seluruh santri mengenakan sarung, baju putih, berpeci putih dan bersendal ciri santri pondok pesantren salaf.
Meski bersarung, upacara ribuan santri di pesantren yang didirikan di awal-awal abad ke-19 (1925) ini, tetap dilakukan dengan khidmat dalam melaksanakan upacara bendera. Prosesi dilalui dengan penuh disiplin layaknnya upacara kenegaraan.
"Ini dikhususkan santriwan yang mengikuti upacara HUT kemerdekaan,semua bersarung mengenakan kemaja putih, berpeci dan memakai sendal," kata Gus Fikri juru bicara Pondok Pesantren Al-Falah Ploso Mojo Kediri pada merdeka.com.
Pembina upacara Gus Mohammad iffatul llatho'if dalam amanahnya, menekankan arti penting perjuangan yang telah dilakukan oleh para pahlawan termasuk di dalamnya peran ulama yang memegang peranan penting dalam tercapainya kemerdekaan.
"Kemerdekaan ini tidak gratis tetapi melalui perjuangan dengan taruhan jiwa dan raga. Peran ulama juga besar dalam kemerdekaan republik ini. Salah satunya peran KH Hasyim Asy'ari yang pahlawan nasional penggagas resolusi jihad pada 10 November 1945. Demikian juga peran penting KH Djazuli Ustman yang juga santri Mbah Hasyim dalam mewujudkan kemerdekaan RI. Oleh karena itu kita harus meneladani langkah-langkah beliu dengan cara belajar sungguh-sungguh dan mengamalkan ilmu yang didapat," kata Gus Tho'if panggilan akrab Mohammad iffatul llatho'if.
Meski bersarung, upacara ribuan santri di pesantren yang didirikan di awal-awal abad ke-19 (1925) ini, tetap dilakukan dengan khidmat dalam melaksanakan upacara bendera. Prosesi dilalui dengan penuh disiplin layaknnya upacara kenegaraan.
"Ini dikhususkan santriwan yang mengikuti upacara HUT kemerdekaan,semua bersarung mengenakan kemaja putih, berpeci dan memakai sendal," kata Gus Fikri juru bicara Pondok Pesantren Al-Falah Ploso Mojo Kediri pada merdeka.com.
Pembina upacara Gus Mohammad iffatul llatho'if dalam amanahnya, menekankan arti penting perjuangan yang telah dilakukan oleh para pahlawan termasuk di dalamnya peran ulama yang memegang peranan penting dalam tercapainya kemerdekaan.
"Kemerdekaan ini tidak gratis tetapi melalui perjuangan dengan taruhan jiwa dan raga. Peran ulama juga besar dalam kemerdekaan republik ini. Salah satunya peran KH Hasyim Asy'ari yang pahlawan nasional penggagas resolusi jihad pada 10 November 1945. Demikian juga peran penting KH Djazuli Ustman yang juga santri Mbah Hasyim dalam mewujudkan kemerdekaan RI. Oleh karena itu kita harus meneladani langkah-langkah beliu dengan cara belajar sungguh-sungguh dan mengamalkan ilmu yang didapat," kata Gus Tho'if panggilan akrab Mohammad iffatul llatho'if.
sumber: merdeka.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar